SENI LUKIS SEBAGAI SARANA PENGENALAN PENDIDIKAN DAN TERAPI PADA ANAK USIA DINI

16.01 Edit This 0 Comments »


 Lukis sebagai sarana kreatifitas anak, diambil anaktangguh.wordpress.com

Membentuk keberanian berkreasi anak, diambil kimianto@gmail.com 
SENI LUKIS SEBAGAI SARANA PENGENALAN PENDIDIKAN DAN TERAPI PADA ANAK USIA DINI
Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. Menurut Bastomi (1992:50) dalam artikel Fungsi Seni Lukis Bali Modern Anak Agung Gede Sobrat, fungsi seni pada umumnya dapat dibedakan atas seni sakral,yaitu seni yng berfungsi untuk kepentingan hal-hal yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan. Seni yang lahir untuk kepentingan agama bernilai tinggi sebab terciptanya seni tersebut atas dasar rasa pengabdian kepada yang dipujanya. Selanjutnya, seni sekuler adalah seni yang berfungsi untuk hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan duniawi. Dalam hal ini seni sebagai alat atau objek. Oleh karena itu, maka muncullah berbagai fungsi seni, yaitu seni untuk perdagangan, penerangan, komunikasi, pendidikan, apresiasi, rekreasi, dan terapi.
Dari uraian di atas seharusnya seni lukis dapat menjadi wawasan yang penting bagi masyarakat akan tetapi pada kenyataannya seni lukis masih sering kali disepelekan dan dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Muncul suatu anggapan kalau seni lukis hanya sebuah kegiatan yang sekadar menuangkan hasil pikiran ke dalam lembaran kertas dan tidak penting untuk perkembangan kejiwaan anak. Sebenarnya seni memiliki hubungan erat dengan ilmu psikologi. Umumnya apa yang terdapat dalam seni, psikologi hadir di dalamnya. Para ilmuwan banyak mengaitkan seni dalam psikologi. Seni dimaknai sebagai ekspresi jiwa, seni sebagai pikiran dan perasaan, seni sebagai emosi, seni sebagai kreativitas, seni sebagai proses, seni sebagai kebebasan berpikir, dan seni sebagai simbolis,dll ( Fudin Pang, Akp, S.Psi, M.Psi, http://curhatcenter-tanyapsikolog.blogspot.com).
Apabila ditinjau lebih mendalam, seni lukis sebenarnya mempunyai peran penting bagi kecerdasan emosional anak.Tidak hanya sekadar sarana menuangkan pikiran ke dalam bentuk lukisan saja, tetapi seni lukis dapat juga digunakan sebagai sarana pengenalan benda riil sekaligus terapi bagi anak usia dini. Seni memiliki potensi untuk mengubah kehidupan dan seringkali dalam cara yang mendalam. Cathy Malchiodi dalam artikelnya yang berjudul What is Art Therapy? Mengemukakan pendapatnya bahwa When words are not enough, we turn to images and symbols to tell our stories. Ketika kata-kata tidak cukup, kita beralih ke gambar dan simbol untuk menceritakan cerita kita. And in telling our stories through art, we can find a path to health and wellness, emotional reparation, recovery, and ultimately, transformation. Dan dalam menceritakan kisah-kisah kita melalui seni, kita dapat menemukan jalan menuju kesehatan dan kebugaran, emosional reparasi, pemulihan, dan akhirnya, transformasi. (sumber : http://www.cathymalchiodi.com).
Pengenalan benda riil pada anak usia dini adalah salah satu contoh yang akan dibahas dalam paper ini. Pengenalan benda riil pada anak usia dini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan observasi langsung disertai penjelasan. Hal ini sesuai dengan teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Piaget bahwa perkembangan kognitif pada anak sesuai dengan perkembangan usia. Piaget mengemukakan bahwa dalam suatu kegiatan pembelajaran seorang guru harus mengerti alam pikiran anak dan tradisinya dari tingkatan-tingkatan perkembangan intelektualnya. Langkah dalam teori belajar ini adalah, pertama bahwa guru harus mengetahui hubungan antara tingkat perkembangan konseptual anak dengan bahan pelajaran yang kompleks. Kedua, guru harus memperhatikan bahan apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Langkah tersebut akan menjadi lebih baik lagi apabila ada proses penambahan dan pemanfaatan sarana atau media pembelajaran. Salah satu sarana atau media pembelajaran yang cukup efektif untuk pengenalan benda riil bagi anak adalah melalui seni lukis. Dengan media tersebut, seorang anak tidak hanya dituntun untuk tahu dan hafal saja, tetapi lebih ditekankan untuk memahami apa yang sebenarnya sedang mereka pelajari. Misalnya: mengenalkan gajah pada seorang anak, seorang pembimbing dapat mengajak anak yang bersangkutan berkunjung ke kebun binatang untuk melakukan pengamatan secara langsung disertai pemberian penjelasan. Supaya proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan berkesan, observasi dan penjelasan tersebut perlu diintegrasikan dengan mengajak sekaligus membimbing anak untuk melukis gajah yang sedang diamati. Dengan pengintegrasian metode tersebut, proses pemahaman anak tentang gajah dapat dimaksimalkan. Gajah yang berbelalai panjang, bermata sipit, bertelinga lebar, dipadu dengan cerita tentang gajah yang hidup di alam bebas, akan lebih mudah melekat dalam ingatan anak ketika ide tersebut dituangkan dalam bentuk lukisan. Dari hasil lukisan, maka seorang pembimbing dapat mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman anak tentang gajah yang sedang dipelajari. Hasil lukisan kemudian dievaluasi untuk diberi penjelasan lanjutan. Apabila pemahaman anak ternyata belum tepat, penjelasan yang benar dan logis harus diberikan demi keberhasilan pembelajaran.
Selain sebagai sarana pengenalan benda riil, seni lukis juga dapat digunakan sebagai sarana terapi bagi anak usia dini yang mengalami ketakutan terhadap sesuatu. Misalnya saja pada seorang anak yang takut pada seekor kucing. Seorang pembimbing/guru sudah seharusnya mencari tahu penyebab ketakutan tersebut. Selanjutnya, anak yang bersangkutan diberi pemahaman baru yang positif tentang kucing melalui terapi lukis. Anak dibimbing untuk melukis kucing dengan karakter lucu dan menyenangkan bagi si anak yang bersangkutan. Dengan begitu, ketakutan anak terhadap kucing akan berkurang bahkan hilang.
Seni sebagai sarana terapi didasarkan pada keyakinan bahwa proses kreatif yang terlibat dalam artistik ekspresi diri membantu orang untuk menyelesaikan konflik dan masalah, mengembangkan keterampilan interpersonal, mengelola perilaku, mengurangi stres, meningkatkan harga diri dan kesadaran diri, dan mencapai pemahaman. Kasus ketakutan atau traumatik anak pada hewan tertentu seperti kasus di atas yaitu pada kucing, dapat diatasi dengan menggunakan seni lukis.
Begitu pentingnya pendidikan bagi anak usia dini, maka berbagai macam inovasi pembelajaran mutlak dilaksanakan. Seni lukis dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif inovasi yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kecerdasan intelektual sekaligus emosional anak. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk memandang seni lukis dengan sebelah mata. Ternyata, seni lukis bagi anak usia dini sangat berdaya guna.

JEIHAN SLAMET SUKMANTORO

10.48 Edit This 0 Comments »



                                                           Jeihan Slamet Sukmantoro





 Salah satu lukisan Jeihan, diambil dari artkimianto.blogspot.com





 Potret diri Jeihan, diambil dari
abxdc.indonesiakreatif.net

JEIHAN SUKMANTORO
Jeihan, adalah salah satu perupa nasional yang berhasil membukukan diri sebagai pelukis penting saat ini. Ia salah seorang dari sejumlah pelukis figuratif yang melepaskan keberadaannya dari batasan ruang dan waktu. Baginya sehari bukanlah terbilang 24 jam tetapi lebih dari ribuan jam. Ruang tak hanya sebatas siang dan malam, tetapi matahari yang mengelilingi bumi tanpa berhenti.         
Di Indonesia, juga di mancanegara sangat banyak pelukis figuratif manusia. Sebut saja pelukis Trubus, Basuki Abdullah, Sudarso dan Dullah. Di mancanegara, muncul sejumlah pelukis ‘figuratif’ yang juga berdesakan dalam lingkaran persaingan. Mereka yang bereputasi internasional ini antara lain John Singer Sargent yang klasikal, Ame Besser dan Hilo Chen yang fotorealistik di Amerika. Atau Rearngsak dan Shi Hu alias Tiger Stone, yang mengolah sosok lewat abstraksi, di Asia. 
Di era seni lukis modern, di Indonesia maupun mancanegara tak terbilang yang bermain di wilayah itu. Begitu banyaknya pelukis ‘figuratif berkumpul di wilayah ini. Agaknya keadaan ini difaktori oleh konvensi umum, bahwa melukis manusia adalah dunia seni lukis (akademis). Tak pelak persaingan ketat di wilayah seni lukis figuratif manusia’ menjadi semacam gejala yang tak pernah usai. Seorang pelukis figuarif akan dituntut habis untuk tampil khas dan lukisan-lukisan yang diciptanya diminta hadir dengan tampilan dan isi yang spesifik.


Jeihan Slamet Sukmantoro, itulah nama lengkap pelukis yang sanggup melejit dari kawah besar pelukis figuartif. Ia menyiasati lukisan ‘figuratif manusia’ dengan inderanya yang tajam, di samping kecerdasan yang diperoleh dari Tuhan. Dimana sorot mata yang hitam pekat menjadi ciri atau spesifikasi yang khas bagi karyanya. Sejak tiga dasawarsa terakhir, karya-karyanya tampil dalam ‘rupa spesial’ yakni manusia yang berdiam di suatu ruang tanpa setting. Orang yang sedang tiduran tidak bertumpu pada benda yang sulit dilihat dengan kasat mata. 
Tetapi penikmat lukisan dapat menafsir bahwa orang itu sedang tiduran. Manusia yang ditampilkan melihat kita dengan sepasang mata yang hitam legam. Sesuatu yang memberikan imaji bukan memandang kita, namun justru menyedot dan membawa kita ke dalam lorong pandangannya. 

Lahir di Boyolali, dekat Solo, Jawa Tengah, tahun 1938, dari keluarga blasteran. Ayahnya seorang laki-laki keturunan China dan ibunya seorang priyayi Jawa, yang bisa menari kratonan. Kendati pun pendidikan formalnya hanya sampai di tingkat Sekolah Dasar (SD), tetapi Tuhan memberikan jalan lain menuju sukses.  Bakat seni orang tuanya mengaliri sekujur tubuh Jeihan yang kurus ceking, tetapi selalu Pede (percaya diri) bahwa pada suatu ketika perjalanannya yang jauh akan sampai pada tujuan yakni cita-cita awal, melukis, yang diminati sejak kecil. 
Reputasi dan kapabilitasnya di blantika seni rupa diraih dengan perjuangan keras, tekun dan tak kenal putus asa. Mulanya ia memperoleh pendidikan seni lukis di Himpunan Budaya Surakarta, tahun 1953-1955. Menjadikan kematangan jiwanya yang makin riuh, cerdas lagi dalam. Keterampilannya melukis ibarat buah yang dialiri nutrisi dari akar yang kuat, dan matang. Ia jadi makin percaya dan bersama seniman lukis lainnya bersama-sama menancapkan ‘batu pelukis’ bagi cita-citanya di hari mendatang.  Dari sana ia mencari dan terus mencari hingga sampai di titik pendidikan seni rupa ITB (Institut Teknologi Bandung) yang dientaskan selama tiga tahun (1961- 1966). 
Sejak beberapa waktu lalu, ia telah membangun Gallery Seni Rupa bertingkat tiga di Pasir Layung, Bandung Utara.

PELUKIS BATIK MODERN AMRI YAHYA

09.45 Edit This 0 Comments »


 Pelukis Batik Modern Amri Yahya, diambil dari http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/amriyahya.html

 Rumput Merah (1997), Batik 90 X 100 cm, karya Amri yahya, diambil dari http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/amriyahya.html

PELUKIS  AMRI YAHYA
Amri Yahya pernah ingin menjadi penyair. Urung, karena ia melihat sendiri jarang penyair yang kaya. Lalu ingin jadi sedadu. Ternyata, tidak direstui orang tua. Akhirnya pilihannya jatuh untuk menjadi pelukis. “Pekerjaan ini jauh dari korupsi,”katanya beralasan. 
Sebagai pelukis, lelaki kelahiran Palembang ini pun mencari sesuatu yang lain. Ia menjadi pelukis batik, sekaligus jadi pengusaha dalam bidang ini. Tentang batik yang dijadikannya media lukisan, dengan tegas dikatakannya bahwa itu adalah salah satu akar seni tradisional Indonesia.
Banyak lukisan batiknya berukuran besar. Selain membatik untuk lukisan, motif-motif abstrak batiknya juga digunakan untuk busana. Harganya juga tinggi. Saking mahal dan larisnya, ada saja yang menyontek mirip karyanya. Di pasaran banyak busana batik yang motifnya mirip karya Amri. Labelnya pun nyaris sama, ada yang Anri Y, ada pula Andri Yahya bahkan yang benar-benar mirip adalah Amir Yahya.


Bila mendapat undangan pameran dan ceramah, dimana saja, ayah empat anak ini selalu membawa perabotan lengkap; kompor kecil, canting, lilin dan perabotan membatik lainnya. Dengan cara itu ia mendapat sambutan hangat, karena ia tidak jarang mendemonstrasikan keahliannya, menyelingi ceramah. 
Amri melukis dengan media acrylic, acquarel, cat minyak dan menekuni media batik sebagai media ungkap. Sebab batik sebagai media ungkap tidaklah kalah tantangan eksperimentalnya dengan media lain. Pengamat seni mengatakan Amri melukis secara abstrak-ekspresionis kontemporer. Amri lebih banyak memilih lebak-lebung sebagai subject matter. Lebak lebung aadalah hamparan sawah ladang pasang surut pesisir timur Sumatera Selatan yang sangat kaya dengan potensi kehidupan dan keindahan.
 Dari sana ia menemukan bunga dan rumput yang yang bergoyang karena angin, butiran enbun warna-warni, air yang berkilau terkena sinar matahari dan rembulan pada masa pasang saat lahan itu hendak diolah untuk musim tanam.   Dan ketika musim panen tiba padi menguning seperti emas 
Pilihan terhadap lebak lebung sebagai subject matter, bagi Amri terasa lebih mudah karena lingkungan itu adalah tepat kelahiran dan masa kecilnya. Selain itu, menampilkan lebak lebung berarti mengedepankan pula potret sebagian besar rakyat Indonesia yang hidup dikawasan pedesaan serta mengandalkan sawah ladang sebagai sumber penghidupan. Seperti halnya petani, sawah ladang yang indah dan menjadi sumber inspirasinya itu, tidak boleh lenyap dari muka bumi Indonesia dengan alasan apapun.      
Ia Mendirikan Amri Galery di Yogyakarta dengan bangunan khas Jawa. Amri pernah berpameran di Australia, Jerman, Amerika Serikat, Mesir, Inggris, Belanda, Kanada, Denmark, Syria, Jepang dan tentu saja diberbagai kota di Indonesia. Amri disebut-sebut sebagai perintis terkemuka dalam seni lukis batik kontemporer.