Rabu, 14 Oktober 2015

KEINDAHAN SENI RUPA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 Contoh Arsitektur Islam

 Kaligrafi Islami

 Kaligrafi Islami

KEINDAHAN SENI RUPA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh Eko Kimianto, S.Pd
           Manusia memang tidak bisa lepas  dengan keindahan hasil karya ciptanya sendiri. Hasil karya cipta  yang mempunyai unsur keindahan yang berasal dari nurani manusia ini yang disebut dengan seni.Seni merupakan ekspresi keindahan. Keindahan yang dihasilkan dari tangan kreatif manusia inilah yang dikategorikan seni, sedangkan keindahan di luar hasil karya cipta manusia tidak dapat dikatakan sebagai seni.Keindahan alam semesta bukan sebuah seni, karena bukan hasil karya manusia. Tetapi hal tersebut bisa menjadi bahan inspirasi untuk membuat suatu karya seni.
          Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama). Dilihat dari ruh ajaran Islam dan kaedahnya Islam tidak melarang sesuatu yang baik, indah dan kenikmatan yang diterima akal sehat. Sebagaimana dalam Surah Al-Maidah ayat 4 "Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang dihalalkan Allah, katakanlah dihalalkan kepadamu segala yang baik-baik". 
           Alam semesta adalah karya agung dari Allah SWT yang mempunyai unsur keindahan yang luar biasa, semua itu bukanlah suatu karya seni. Kekaguman manusia atas keagungan Allah SWT dengan segala ciptaanNya tersebut, timbulah suatu inspirasi untuk berkreasi. Kreasi yang  timbul dari nurani manusia atas kekaguman terhadap segala yang ada di alam semesta ini terciptalah suatu karya seni melalui coretan, goresan, pewarnaan maupun pembentukan objek yang terampil dari manusia sebagai pencipta seni (seniman).
          Allah juga mengajak manusia untuk melihat dari perspektif keindahan, bagaimana buah-buahan yang menggantung di pohon dan bagaimana pula buah-buahan itu dimatangkan. Jika manusia memerhatikan dan menikmati dengan pandangan yang indah, saat arak-arakan binatang ternak saat masuk ke kandang, juga saat dilepaskan ke tempat penggembalaan, sesungguhnya pada peristiwa itu ada unsur keindahannya. Ajakan-ajakan kepada manusia tersebut menunjukkan, pada dasarnya manusia dianugerahi Allah potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan. Seni merupakan fitrah dan naluri alami manusia. Kemampuan ini yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Karena itu, mustahil bila Allah melarang manusia untuk melakukan kegiatan berkesenian.
             Menurut Sayyid Quthb, pada masa Rosulullah, kaum muslim masih dalam tahap penghayatan nilai-nilai Islam dan memfokuskan pada pembersihan gagasan-gagasan jahiliyah yang sudah meresap dalam jiwa masyarakat sejak lama. Sedangkan sebuah karya seni lahir dari interaksi seseorang atau masyarakat dengan suatu gagasan, menghayati dengan sempurna sampai menyatu dengan jiwanya. Karena itu, belum banyak karya seni yang tercipta pada masa awal perkembangan Islam.
         Pembatasan-pembatasan terhadap seni rupa memang sangat dibutuhkan supaya manusia tidak takabur dan berlaku sombong dalam berkreasi seni. Hal ini untuk menghindari dari hasil karya seni yang dapat menjerumuskan manusia pada tingkah laku syirik yang dapat membawa kemudlaratan dan bencana bagi manusia sendiri.  Kehati-hatian itu dimaksudkan agar mereka tidak terjerumus kepada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menjadi titik perhatian utama dalam mengarungi bahtera kehidupan.  
         Atas dasar kehati-hatian ini pulalah hendaknya dipahami hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya.
           Kesenian Islam baru berkembang dan mencapai puncak kejayaan pada saat Islam sampai di daerah-daerah Afrika Utara, Asia Kecil, dan Eropa. Daerah-daerah tersebut didefinisikan sebagai Persia, Mesir, Moor, Spanyol, Bizantium, India, Mongolia, dan Seljuk. Di daerah-daerah tersebut, Islam membaur dengan kebudayaan setempat. Terjadilah pertukaran nilai-nilai Islam dengan budaya dan seni yang menghasilkan ragam seni yang baru, berbeda dengan karakter seni tempat asalnya.
          Seni yang didasarkan pada nilai-nilai Islam [agama/ketuhanan] inilah yang menjadi pembeda antara seni Islam dengan ragam seni yang lain. Titus Burckhardt, seorang peneliti berkebangsaan Swiss-Jerman mengatakan, “Seni Islam sepanjang ruang dan waktu, memiliki identitas dan esensi yang satu. Kesatuan ini bisa jelas disaksikan. Seni Islam memperoleh hakekat dan estetikanya dari suatu filosofi yang transendental.” Ia menambahkan, para seniman muslim meyakini bahwa hakekat keindahan bukan bersumber dari sang pencipta seni. Namun, keindahan karya seni diukur dari sejauh mana karya seni tersebut bisa harmonis dan serasi dengan alam semesta. Dengan begitu, para seniman muslim mempunyai makna dan tujuan seni yang luhur.
         Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu karya seni. Di sini, Islam mengakui bahwa seni merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat martabat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia.
        Islam pada prinsipnya telah membagi seni rupa menjadi tiga macam : Pertama, seni rupa  yang tidak bertentangan dengan Islam. Kedua, seni rupa yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami. Ketiga, seni rupa yang bertentangan dengan Islam. Dari ketiga prinsip tersebut tentunya yang pertama adalah yang paling baik, karena tidak bertentangan dengan dasar hukum Islam. Seni rupa yang jelas diperbolehkan contohnya, seni kaligrafi, arsitektur masjid atau seni bangun yang tidak melanggar prinsip islam, keramik untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, seni mode pakaian islami, seni batik islami, lukisan tentang keindahan alam.
         Secara tekstual Nabi saw mengatakan: Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung adalah Indah dan Dia menyukai keindahan, H.R. Ahmad dari ‘Uqbah bin Amir. Itulah sebabnya indah dalam pandangan Islam berlaku manakala sebuah karya seni dapat membawa kesadaran pencipta seni maupun penikmatnya kepada ide transendensi Ilahiah. Kalau Nabi saw mengatakan demikian, maka diyakini kebenarannya oleh umat Islam. Dalam sejarah Islam, para sufi dan sastrawan menghayati dan mencintai Tuhan dalam taraf cinta asketik dan mengungkapkannya Tuhan sebagai Yang Maha Indah.
          Tujuan Islam turun di muka bumi ini sebagai rahmat dan berkah bagi alam semesta,seperti yang tercantum dalam firmanNya: Dan tidak Aku utus engkau (Muhammad), kecuali untuk rahmat bagi alam semesta (Q.S. al-Anbiya/22 : 107), maka seni, sebagai bagian  integral dari Islam., harus juga sinergi dengan tujuan risalah ini. Seni dalam pandangan Islam adalah seni yang fungsionalis. Dalam firman Allah yang artinya: “Katakanlah :Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya (siapa pula yang mengharamkan) rezeki yang baik ? katakanlah semua itu bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat’ ( Q.S. al-A’raf/7 : 32). Yang dimaksud perhiasan adalah segala sesuatu yang mendatangkan keindahan. Perhiasan dengan demikian adalah karya seni, dan seni sebagaimana diisyaratkan dalam ayat itu adalah fungsionalisme, bukan hanya bagi atribut kehidupan orang beriman di dunia, melainkan hingga ke akhirat kelak.
          Begitulah keindahan seni rupa dalam perspektif Islam, Islam tidaklah kaku tetapi tegas dalam memberikan batasan seni rupa yang diperbolehkan dan karya seni rupa yang tidak diperbolehkan (dilarang). Karena prinsip utamanya adalah tidak merusak ketaukhitan dalam beragama, meng”ESA”kan Allah dan tidak menyekutukan Allah lewat karya seni yang dibuat oleh manusia. Melalui karya seni rupa diharapkan manusia akan lebih mendekatkan diri pada Allah dan menambah rasa syukur atas nikmat yang diberikanNya. Semoga bermanfaat, kurang lebihnya penulis mohon maaf jikalau ada kekurangan dalam menjabarkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar