PRABU BASUDEWA, KANGSA, KAKASRANA DAN NARAYANA

15.24 Edit This 0 Comments »
Narayana diambil dari http://4.bp.blogspot.com/

Kakasrana


Narayana

Rara Ireng

Suratimantra

Kangsadewa

Prabu Gorawangsa


Prabu Basudewa, Kangsa, Kakasrana dan Narayana
Prabu Gorawangsa, raja Guwa Barong, sudah lama jatuh hati pada Dewi Maerah. Walaupun ia tahu, kalau Dewi Maerah sudah diperistri Prabu Basudewa. Prabu Gorawangsa tetap mencintainya. Sudah lama ingin menemuui Dewi Maerah namun belum ada kesempatan. Ia berusaha memasuki istana Mandura,namun penjagaan sangat ketat. Ia mencari kelengahan Prabu Basudewa. Sehingga pada sampai suatu hari, Prabu Gorawangsa tahu, kalau Prabu Basudewa sedang berburu bersama saudara dan beberapa pengawalnya. Prabu Gorawangsa yakin kalau istana Mandura kosong. Kesempatan baik baginya untuk memasuki Istana Mandura. Sebelum masuk istana, ia beralih rupa menjadi Prabu Basudewa. Prabu Basudewa palsu yang membawa buruan seekor kijang disambut gembira Dewi Maerah. Prabu Basudewa dengan penuh kemesraan membawanya kedalam kamar pribadi prabu Basudewa. ia minta agar Dewi Maerah memijit badannya yang pegal pegal setelah pergi berburu.
Ketika mereka bercengkerama di dalam kamar keputren Mandura, tiada antara lama kemudian, datanglah Prabu Basudewa yang baru datang berburu. Ia membawakan seekor kijang untuk Dewi Maerah. Dewi Maerah kemudian keluar dari kamar dan betapa terkejutnya ketika mendengar hingar bingar rombongan Prabu Basudewa yang baru pulang dari perburuannya. Dewi Maerah, bingung, mengapa ada dua Prabu Basudewa. Dewi Maerah menanyakan kepada Prabu Basudewa yang baru datang, mengapa Prabu Basudewa berburu lagi. Sedangkan tadi sudah pulang, dan tadi juga telah membawa buruan seekor kijang. Dewi Maerah memastikan bahwa Prabu Basudewa yang baru datang adalah Prabu Basudewa yang palsu. Dewi Maerah meminta Prabu Basudewa yang berada di dalam kamar Keputren Mandura agar keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dewi Maerah menganggap, bahwa Prabu Basudewa yang berada di dalam kamar keputren itu adalah Prabu Basudewa yang asli. Kemudian terjadilah perkelahian diantara mereka. Prabu Basudewa palsu kalah, setelah terluka terkena keris Prabu Basudewa dan melarikan diri, Sepeninggal Prabu Basudewa Palsu, kemarahan Prabu Basudewa tidaklah berakhir, bahkan semakin memuncak. Prabu Basudewa menuduh, kalau Dewi Maerah yang ingin makan daging kijang, merupakan satu alasan saja agar Prabu Basudewa pergi, yang kemudian dimanfaatkannya untuk berkencan dengan laki laki lain.Dewi Maerah menyangkalnya, ia tidak pernah merencana kan nya.
Prabu Basudewa menyuruh adiknya, Arya Prabu membawa Dewi Maerah kedalam hutan dan oleh Prabu Basudewa, Arya Prabu diberikan sebilah keris terhunus, Sesampai di dalam hutan Arya Prabu tidak melaksanakan perintah kakaknya, yaitu untuk membunuh Dewi Maerah. Arya Prabu malahan membuatkan pondok kecil untuk tempat berteduh Dewi Maerah. Karena menurut perasaannya Dewi Maerah tidak bersalah, hanya nasib saja yang membuat Dewi Maerah hidup seperti ini.
Geger di Mandura, menyebabkan Prabu Basudewa berniat menyelamatkan ketiga puteranya yang masih kecil kecil, yaitu Kakrasana, Narayana dan Dewi Bratajaya ke padukuhan Widarakandang, tempat Demang Antagopa dan istrinya, Nyai Sagopi. Tidak satupun orang mengetahui keberadaan ketiga puteranya, kecuali Prabu Basudewa dan kedua istrinya, yaitu Dewi Rohini dan Dewi Badrarini.
Sementara itu Prabu Gorawangsa yang sudah terluka oleh keris Prabu Basudewa waktu berkelahi diistana tiba juga di hutan itu, Dewi Maerah melihatnya. Dewi Maerah mengira kalau Prabu Basudewa yang terluka itu, betul betul Prabu Basudewa, maka segera mendekatinya. Prabu Basudewa Palsu akhirnya mengaku kalau dirinya bukan Prabu Basudewa. Ia sebenarnya Prabu Gorawangsa dari Kerajaan Guwa Barong. Ia minta maaf kepada Dewi Maerah. Prabu Gorawangsa berharap, agar Dewi Maerah setelah melahirkan nanti, agar kembali ke Mandura, karena dewi Maerah tidak bersalah. Kelak kalau pada saat melahirkan, apabila anak laki laki, berilah nama Kangsadewa. Kira kira saat anak menginjak umur dewasa, kembalikan anak mereka ke istana Mandura. Ia mengharap agar Dewi Maerah mencari Patih Suratimantra, dan tinggal di Istana Guwa Barong, untuk membesarkan anaknya. Setelah berpesan banyak, Prabu Gorawangsa.yang kondisinya semakin parah, Prabu Basudewa Palsu pun meninggal. la beralih rupa menjadi Prabu Gorawangsa kembali. Sementara Dewi Maerah hendak memperabukan jasad Prabu Gorawangsa, datanglah Patih Suratimantra dengan pasukannya. Selesai perabuan jasad Prabu Gorawangsa selesai, Suratimantra mengajak Dewi Maerah pulang ke Istana Guwa Barong.
Dewi Maerah, melahirkan seorang anak laki laki. Sesuai dengan pesan ayah si bayi, maka anak tersebut diberi nama Kangsadewa. Setelah melahirkan, tidak antara lama kemudian, Dewi Maerah meninggal dunia.
Limabelas tahun kemudian............Kangsadewa putera Dewi Maerah telah beranjak dewasa. Sesuai dengan pesan Prabu Gorawangsa, maka Patih Suratimantra meminta agar putera Dewi Maerah kembali ke Mandura, menemui ayahnya, Prabu Basudewa. Berangkatlah Kangsadewa beserta pamannya Patih Suratimantra dengan seluruh pasukan Guwa Barong. Sesampai di istana Mandura, Prabu Basudewa tidak mengakui sebagai puteranya. Tentu saja Kangsadewa marah, dan mengerahkan pasukannya menggempur Istana Mandura. Melihat besarnya kerusakan istana, Prabu Basudewa meminta agar Kangsa menghentikan serangannya ke istana Mandura. Akhirnya Kangsa minta negara Mandura dan ia minta dinobatkan menjadi raja muda, dan bergelar Prabu Anom Kangsadewa. Prabu Basudewa terpaksa mengakuinya. Untuk menyelamatkan negeri Mandura, maka Prabu Basudewa terpaksa memberikan separuh kerajaan Mandura. Kangsa menduduki Wilayah Sengkapura. Namun Kangsa belum merasa puas, ia menginginkan menjadi satu satunya putera mahkota kerajaan Mandura. Untuk melancarkan keinginannya, ia berniat melenyapkan kedua putera lelaki Prabu Basudewa,yaitu, Kakrasana dan Nara yana, namun ia tidak mengetahui keberadaannya, dimanakah mereka sekarang. Untuk itu Prabu Anom Kangsa dewa menyebar mata mata kesegenap penjuru wilayah Kerajaan Mandura.
Sementara itu di padukuhan Widarakandang, putera puteri Prabu Basudewa sudah menginjak usia dewasa. Kakrasana dan Narayana selama hampir limabelas tahun telah belajar kanuragan. Mereka berdua telah menyelesaikan pelajaran baik pengetahuan umum juga pemerintahan. Narayana berguru kepada Begawan Padmanaba. Kakrasana dan Narayana juga telah melakukan tapa brata. Didalam tapa bratanya, mereka didatangi, Batara Narada. Kakrasana mendapat pusaka Kyai Nanggala dan Alugara sedangkan Narayana mendapat Senjata pusaka Cakra dan Pusaka Kembang Wijayakusuma.
Kakrasana memang selalu punya ulah. Sejak ia tinggal di padukuhan Widarakandang, ia telah menanam sepasang ringin kurung, didepan rumah Demang Antagopa. Pohon ringin kurung adalah sepasang pohon beringin putih yang masing masing batang pohon itu di kelilingi pagar. Sepasang Ringin kurung adalah lambang Kebesaran Kerajaan di Mandura. Kakrasana membuat tempat tinggalnya seperti di istana Mandura, supaya ia betah tinggal di Widarakan dang.Sedangkan Demang Antagopa ketakutan, kalau sampai nanti Pasukan Kangsa menggeledah rumah kademangan.
Prabu Anom Kangsa, semakin nekat. Ia capek menunggu saatnya menjadi raja. Untuk mempercepat waktu agar bisa jadi raja secepatnya, maka Prabu Anom Kangsa dan Patih Suratimantra, mengajukan permintaan kepada Prabu Basudewa, agar di Mandura diadakan tontonan aduan, tetapi jago nya bukan jago ayam, tetapi orang. Dalam adu jago nanti, botoh yang menang, menjadi raja. Prabu Basudewa terpaksa menyetujuinya. Sedangkan jago yang diajukan Kangsa adalah pamannya sendiri, Suratimantra. Kini Prabu Basudewa memerintahkan Aryo Prabu untuk mencari jago, yang sekiranya bisa mengimbangi jago dari Sengkapura. Arya Prabu di tugaskan untuk mencari jago. Aryo Prabu ingat, Pandawa lah yang bisa mengalahkannya. Aryo Prabu pergi ke Astinapura, menemui Dewi Kunti. Akhirnya atas permintaan Aryo Prabu, Bima sanggup menjadi jago dari Uwa Prabu Basudewa.
Sementara itu, di padukuhan Widarakandang, Demang Antagopa nampak sedang duduk bersanding dengan istrinya Nyai Sagopi, dan puteranya Udawa dan adiknya Niken Larasati dan juga puteri Prabu Basudewa Endang Bratajaya. Sedang membincangkan keadaan Mandura yang kelihatan semakin gawat. Sedangkan kedua putera laki laki Prabu Basudewa sedang berlatih bela diri di padepokan Begawan Padmanaba, sudah menampakkan kedewasaannya.
Tidak lama kemudian datanglah Pasukan Sengkapura menanyakan putera laki laki Prabu Basudewa, Kakrasana dan Narayana. Demang Antagopa membantah kalau disini tidak ada anak anak Prabu Basudewa.Anak anak yang ada disini, adalah anak anak Demang Antagopa sensdiri, Tetapi pasukan Sengkapura memastikan kalau mereka ada di padukuhan Widarakandang. Terbukti ada sepasang ringin kurung, sebagai lambang istana. Widarakandang mau menyamai istana Mandura, Yang bisa berbuat begitu, hanya anak anak raja.
Demang Antagopa tetap mengatakan bahwa disini tidak ada anak anak raja Basudewa. Tiba tiba beberapa orang Sengkapura menangkap Demang Antagopa, dan memu kulinya, Melihat itu Demang Antagopa memerintahkan agar istri dan anak anaknya supaya lari dari padukuhan Widarakandang. Mereka berlarian. Beberapa pasukan mengadakan pengejaran, namun mereka telah menghilang, tidak dapat ditemu kan. Mereka semua sebenarnya terguling masuk jurang, ketika dikejar kejar orang Sengkapura.Dite ngah hutan, Arjuna di iringi para Punakawan sedang berja lan menuju Kerajaan Mandura. Mereka akan nonton adu jago, antara kakaknya, Bima melawan Patih Suratimantra.
Tiba tiba mereka mendengar suara tangisan para wanita yang kelihatannya minta bantuan pertolongan. Arjuna dan para punakawan melihat beberapa orang berada dalam jurang. Arjuna beserta panakawan, akhirnya turun kejurang dan menolong mereka semua keatas tebing. Setelah semua diatas tebing, mereka saling berkenalan dan mereka meneruskan ke Mandura untuk menonton adu jago. Dite ngah perjalanan mereka bertemu dengan Kakrasana dan Narayana. Selama dalam perjalanan, rombongan yang mau nonton adu jago ke Mandura semakin banyak. Rakyat jelata yang bertemu,menambah banyak rombongan. Dengan demikian keberadaan rombongan Widarakandang, terutama Kakrasana dan Narayana terlindungi dan tidak mudah untuk dicari.
Sesampai di Mandura, acara aduan jago dari Sengkapura dan Mandura baru dimulai.Bima dan Suratimantra telah memasuki blabar kawat, kalau sekarang, semacam ring tinju.Aba aba sudah dimulai, Bima dan Suratimantra telah memulai beradu. Sekali sekali, tinju Bima masuk telak. Tetapi Suratimantra juga bukan orang sembarangan.Walau berkali kali dipukul, seakan tidak merasakan kesakitan.Perkelahian semakin seru, Suratimantra terluka, terkena kuku pancanaka Bima. Ia jatuh, dan tewas. Namun Patih Suratimantra digotong perajurit Sengkapura, dibawa kesebuah sendang, sendang panguripan. Setelah dimasukkan dalam Sendang Panguripan, hidup kembali. Demikian ber ulang ulang dilakukan terhadap Suratimantra, sehingga tenaga Bima habis terkuras. Bima sudah merasakan kelelahan yang serius.kalau diteruskan, paling satu, dua kali perkelahian lagi, Bima akan tumbang. Arjuna melihat keadaan ini, segera turun tangan. Arjuna menuju sendang penguripan, pura pura untuk mengambil air, karena kehausan. Setelah keadaan aman, dan para penjaga sendang panguripan kelihatan lengah, ia memasukkan pusaka Brahmastra kedalam sendang panguripan. Daya pusaka Brahmastra adalah membuat panas, bahkan air sendang, ataupun laut, lama lama akan mendidih, namun kasat mata, tidak ada orang yang mengetahuinya. Suratimantra tewas lagi. Kemudian dibawa kesendang panguripan, dan dimasukkan kedalamnya. Tidak seperti sebelum sebelumnya, tiba tiba tubuh Suratimantra setelah dimasukkan dalam sendang,bagai digodog dalam air panas menjadi hancur dan lenyap dalam sendang Panguripan. Geger Sengkapura, Prabu Anom Kangsa menjadi marah marah. Tiba tiba ia melihat dua orang satria, yang satu berkulit putih dan yang satunya lagi berkulit hitam manis.. Pasti mereka anak anak Basudewa. Prabu Anom Kangsa dapat menangkap keduanya. Tetapi Kakrasana dan Narayana, tidak mau menyerah. Keduanya menyerang balik kepada Prabu Anom Kangsa. Kakrasana menghantamkan pusaka Nenggala pada Prabu Anom Kangsa. Demikian pula Narayana melepaskan senjata Cakra pada Kangsa, maka terpenggallah kepala Prabu Anom Kangsa. Prabu Anom Kangsa tewas. Negeri Mandura kembali menjadi negara berdaulat. Prabu Basudewa menyambut ngembira kedatangan putera puterinya, juga Para Pandawa yang telah membantu menyelamatkan negara Mandura.***
Artikel dan gambar diambil dari http://www.ki-demang.com

0 komentar: